Pendidikan Nilai-Nilai Multikultural Mengantarkan Peserta Didik pada Iklim Demokrasi dan Toleransi pada Lingkungannya

Eli Maymunah

Magister Pendidikan STAI Sukabumi

 

Pendidikan merupakan cara yang tepat untuk menempatkan manusia pada tempatnya yang sesuai. Pendidikan yang tepat dapat mengembangkan sikap saling menghormati yang dilandasi prinsip equality atau kesetaraan terhadap sesama. Apa saja yang dilaksanakan dalam pelaksanaan pendidikan bersifat penting karena di dalamnya terdapat aktifitas mutualisme diantara komponen-komponennya. Interaksi saling membutuhkan ini tidak dapat dipahami secara ekonomis saja, namun harus dilihat dari segi intelektual dan investasi humanistik (Tim LPP SDM, n.d.)

Tiap perubahan yang terjadi pada diri manusia menuju ke arah perkembangan yang lebih matang. Hal tersebut merupakan cara manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, harus dipahami bahwa tidak ada kematangan yang merubah diri manusia secara spontan dan tiba-tiba kecuali dengan pembelajaran seiring sesuai dengan level perkembangannya. Selain pembelajaran yang bersifat lisan dan tulisan, siswa juga perlu dibekali dengan penanaman karakter. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan antara kemampuan praktis dengan kemampuan psikologis peserta didik, sehingga sekolah menghasilkan lulusan yang berkualitas baik secara lahir maupun batin. Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu, dari tidak tahu menjadi tahu. Sehingga, indikasi keberhasilan dalam belajar ditandai dengan: perubahan intensional, perubahan positif dan aktif, perubahan efektif dan fungsional (Nasrudin, 2018). Manusia mengalami perkembangannya dalam rentang waktu yang berbeda. Hal ini dimulai sejak manusia lahir hingga meninggal dunia, maka belajar adalah hal yang terus dilakukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan teknologi yang sedang digunakan pada zamannya.

Di masa yang serba modern ini, gaya hidup dan digitalisasi sangat mempengaruhi minat baca peserta didik. Bahan ajar yang digunakan oleh guru juga semakin berkembang dan semakin variatif. Dengan demikian, kreatifitas guru dan karakter peserta didik berubah seiring perkembangan zaman. Dalam menghadapi perkembangan ini seorang guru harus mampu menyajikan kreatifitas dalam pembelajaran. Para pegiat pendidikan para pengembang kurikulum lebih mengutamakan penyusunan bahan ajar yang logis dan sistematis dan kurang memperhatikan keterbatasan siswa dalam roses pembelajaran. Mereka umumnya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi, yaitu apa yang akan diajarkan. Para pengembang kurikulum juga memandang bahwa materi yang akan diajarkan adalah universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan lingkungan setempat.

Para pengembang kurikulum ini dituntut untuk sama, serupa dan semacam dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan keadaan geografis Indonesia dimana terdiri atas berbagai suku bangsa dan agama. Tuntutan ini tentunya menjadi beban bagi setiap pendidikan, peserta didik dan juga orangtua. Karena apabila tidak mengajarkan hal yang serupa, belum disebut mengajarkan kurikulum tersebut. Sedangkan apabila harus mengajarkan hal yang serupa dengan tuntutan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maka akan menyebabkan kesulitan pada proses pembelajarannya. Mengapa demikian? Karena satu tempat dengan tempat yang lain tidak memiliki kesamaan fasilitas. Contohnya adalah pada pembelajaran dalam jaringan maka di kota besar kemungkinan akan berhasil karena siswa dan guru memiliki gawai dan fasilitas internet yang memadai. Sebaliknya sekolah di gunung atau di kampung dengan siswa yang minim gawai dan internet, maka akan kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran dalam jaringan.

Indonesia adalah negara dengan penduduk yang beragam, mulai dari agama, suku, ras, budaya, bahasa hingga adat-istiadat. Semua itu adalah kekayaan Indonesia yang membangun negara ini menjadi besar dan kaya. Selanjutnya, bagaimana pendidikan dapat membawa perubahan moral dan intelektual setiap anggotanya, dimana kekhasan dan keunikan individu beserta latar belakangnya dihargai.Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan bermacam-macam topografi, menyebabkan satu buah buku yang dibuat tidak akan mampu mewakili kebutuhan seluruh peserta didik di Indonesia.

Istilah multikultural merupakan sebuah kata yang tidak asing bagi para intelektual dan kaum terdidik di negeri ini. Secara sederhana multikultural berarti “keberagaman budaya”. Dalam pendidikan aspek geografis sangat memegang peranan penting yang perlu diperhatikan oleh seluruh kalangan. Karena Masyarakat secara langsung akan menjadikan pemerintah sebagai rujukan pertama dalam memperoleh pendidikan secara merata dan menyeluruh.

Dalam konteks multikulturalisme ini, penulis sependapat dengan Quraisy Syihab dalam tafsir Al Misbah tentang paham dan pengakuan dimana Allah secara sengaja menjadikan umat manusia yang beragam suku, ras, bahasa, budaya, agama dan keunikan lainnya untuk saling mengenal, menolong dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Pemahaman multikultural berimplikasi kepada materi dan metode pendidikan Islam. Metode yang digunakan adalah diskusi, kontekstual dan pembiasaan. Pada kenyataannya di masyarakat multikultural tidak lepas dari adanya aspek-aspek yang menjadi pokok bahasan di dalamnya. Multikultural terdiri atas demokrasi, toleransi, keadilan, kemanusiaan dan kesetaraan. Semakin maraknya kenakalan remaja di kalangan pelajar menunjukkan semakin berkurangnya rasa toleransi dan kemanusiaan yang melandasi munculnya rasa demokrasi di masyarakat. Rasa keadilan yang semakin kecil dalam kehidupan menyebabkan tenggang rasa dan saling tolong menolong yang mulai pudar di masyarakat Indonesia. Pembiasaan tentang nilai-nilai multikultural yang mulai pudar di lingkungan tempat tinggal siswa menyebabkan berkurangnya tanggung jawab untuk saling menghargai dan menjaga perasaan orang lain. Dengan demikian, timbul rasa ego yang tinggi berdasarkan kedudukan dan kemampuan siswa tersebut dalam pergaulan di masyarakat.

Usia pendidikan jenjang SMP dan SMA dimana siswa sedang mengalami perubahan otak yang mengalami perkembangan. Pada masa tersebut siswa sedang mencari jati diri menyebabkan mereka mencari cara agar mendapatkan pengakuan di masyarakat bahwa mereka adalah bagian yang diperhitungkan dan diakomodir sebagai bagian yang penting. Apabila siswa telah terbiasa dengan pembiasaan yang telah diterapkan oleh keluarganya, maka ketika bertemu dengan teman-teman yang berbeda-beda sifat dan karakternya maka tidak akan kesulitan untuk menerapkan hal yang sama. Akan tetapi apabila tidak dibiasakan, maka akan terjadi hal sebaliknya.  Dia akan mencari cara yang menurutnya adalah merupakan hal yang sesuai dengan keinginannya. Maka timbullah kelompok-kelompok yang ingin menunjukkan eksistensinya seperti geng motor, kelompok anak jalanan dan lain sebagainya. Upaya pembiasaan tentang perilaku multikultural ini tidak hanya dilakukan di rumah saja, melainkan juga seharusnya dilakukan di tempat anak tersebut banyak berinteraksi seperti di sekolah dan di masyarakat. Tentu hal ini menyebabkan setiap komponen memiliki tanggung jawab untuk menerapkan nilai demokrasi, toleransi, kemanusiaan keadilan dan kesetaraan  khususnya pada kalangan  remaja.

Saat ini pada masa covid-19 sedang mewabah sangat penting untuk di tekankan kepada setiap remaja agar mau memahami kekurangan dan kelemahan orang lain. Sikap legowo dan toleransi terhadap lingkungan serta kejadian-kejadian yang tidak biasa yang terjadi selama masa pandemic harus ditanamkan sebaik mungkin. Berkurangnya waktu belajar karena siswa tidak pergi ke sekolah dan bertambahnya waktu bermain gawai harus diantisipasi karena akan banyak waktu yang terbuang. Siswa akan banyak menyendiri, kurang berinteraksi dengan orang lain, dan berdampak pada kebiasaan yang berbeda dari masa sebelum pandemi. Kebutuhan yang meningkat akan kuota dan juga kebutuhan dasar lainnya seperti makanan menyebabkan pemikiran bagaimana mendapatkan hal-hal yang diinginkan secara instan. Hal ini tentu akan menyebabkan adanya kejahatan dan tindak kriminal di kalangan remaja.

Marilah bersama-sama kita sebagai bagian dari masyarakat, sekecil apapun, kita adalah bagian yang mendukung adanya masyarakat itu sendiri. Sangatlah penting untuk menjadikan nilai-nilai multikultural sebagai nilai-nilai pembiasaan yang akan mencegah adanya kriminalitas di masyarakat, khususnya di kalangan remaja. Demokrasi, toleransi, keadilan, kemanusiaan dan kesetaraan akan menjadi hal biasa di kalangan masyarakat luas jika di dalam keluarga telah di tanamkan oleh orangtua sedini mungkin.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Scroll to Top
Scroll to Top