PERAN PENTING KEPALA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKAN KETELADANAN PERILAKU PESERTA DIDIK

Oleh : Nandang Hidayat

Abstrak

Sebagaimana telah dipahami bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, juga pentingnya peran organisasi sekolah. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang efektif untuk menyelenggarakan pendidikan secara baik, tertata dan sistematis sehingga proses yang terjadi di dalam organisasi pendidikan seperti sekolah dapat menjadi suatu sumbangan besar bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum melalui peran penting sekolah sebagai penyelenggara proses pembelajaran dan pendidikan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Secara khusus pada Bab X Pasal 36 disebutkan bahwa;(1)Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Sangat jelas bahwa dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk keteladanan perilaku peserta didik yang memiliki iman dan takwa, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kebangsaan yang bermanfaat untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

Kata Kunci: Organisasi Sekolah, Keteladanan, Perilaku, Peserta Didik

Pendahuluan

Manajemen dan kepemimpinan merupakan dua istilah yang punya kaitan dan sering dipandang identik, namun masing-masing sebenarnya berbeda dalam konteks organisasi (Sergiovani, Duke, Lipham, Kotter), pelaksana manajemen disebut manajer, dan pelaksana kepemimpinan disebut pemimpin. Ada pandangan bahwa manajemen lebih luas dari kepemimpinan dan ada juga sebaliknya, namun terlepas dari kontroversi tersebut dalam tataran praktik lapangan idealnya seorang kepala sekolah adalah seorang pemimpin yang baik sekaligus manajer yang baik pula, artinya kepala sekolah harus mempunyai kemampuan kepemimpinan dan kemampuan manajemen sekaligus (Uhar Suharsaputra, 2013: 152).

Di sinilah letak posisi dan peran penting organisasi sekolah dalam mewujudkan keteladanan peserta didik, dimana kepala sekolah sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan serta kemampuan manajemen kepemimpinan dalam menciptakan dan membangun keteladanan peserta didik.

Salah satu tugas guru adalah mengoptimasi perkembangan peserta didik. Optimasi itu dapat dilakukan dengan aneka pendekatan. Salah satu pendekatan yang dapat dipakai dalam kerangka ini adalah pendekatan psikologis kepada peserta didik, sebagai bagian dari ranah psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan esensinya merupakan aplikasi teori dan metode psikologi ke dalam dunia pendidikan atau pembelajaran. Metode-metode psikologi dalam banyak hal aplikatif di bidang layanan pendidikan dengan pendekatan psikologis. Metode merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, metode psikologi pendidikan adalah cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan pembelajaran. Aplikasi metode ini didasari atas pertimbangan, esensi, hakikat, dan prinsip-prinsip tentang perilaku peserta didik dalam situasi pendidikan dan pembelajaran (Sudarwan Danim, 2013: 157).

Setiap siswa memiliki gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut, Bobi Deporter (1992) menamakannya sebagai unsur modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetik. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya; sedangkan tipe kinestetik adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh (Wina Sanjaya, 2011: 116).

Selanjutnya menurut Wina Sanjaya (2011: 116), bahwa dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran tidak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan.

Menurut Rusman (2011: 9), seorang kepala sekolah hendaknya memahami betul apa yang menjadi tugas dan perannya di sekolah. Jika kepala sekolah mampu memahami tugas dan peran sebagai kepala sekolah, ia akan mudah dalam menjalankan tugasnya, terutama berkenaan dengan manajemen sekolah yang akan dikembangkannya. Bekal kemampuan dalam memahami kompetensi sebagai seorang kepala sekolah ini akan menjadi bekal dalam pelaksanaan kinerja yang harus dilakukannya. Ada banyak kompetensi kepala sekolah yang setidaknya harus sudah dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam tugasnya sehari-hari di sekolah yang dipimpinnya.

Selanjutnya ia katakan (Rusman. 2011: 10), bahwa tugas dan peran kepala sekolah yang harus dimiliki berkenaan dengan manajemen kurikulum, yaitu dengan kompetensi kepala sekolah dalam memahami sekolah sebagai sistem yang harus dipimpin dan dikelola dengan baik, di antaranya adalah pengetahuan tentang manajemen itu sendiri. Kemampuan dalam mengelola ini nantinya akan dijadikan sebagai pegangan cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisa sekolah dengan cara berpikir seorang manajer. Sebagai contoh, kepala sekolah harus mampu memahami kinerja sebagai seorang kepala sekolah dalam hal mengindentifikasi dan mengembangkan jenis-jenis input sekolah; mengembangkan proses sekolah (proses belajar mengajar, pengorganisasian, pengambilan keputusan, pemberdayaan, pemotivasian, pemantauan, penyupervisian, pengevaluasian, dan pengakreditasian). Selain itu, kepala sekolah juga harus mampu memahami bahwa dirinya harus mampu menunjukkan upaya dalam meningkatkan output sekolah (kualitas, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan inovasi).

Kerangka Pemikiran

Visi makro pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat madani sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia baru dengan tatanan kehidupan yang sesuai dengan amanat proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui proses pendidikan. Masyarakat Indonesia baru tersebut memiliki sikap dan wawasan keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi, dan menjunjung hak asasi manusia, serta berpengertian dan berwawasasan global, sedangkan visi mikro pendidikan nasional adalah terwujudnya individu manusia baru yang memiliki sikap dan wawasan keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta berpengertian, dan berwawasan global (Zainal Arifin, 2013: 147).

Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini berdampak pada sistem penyelenggaraan pendidikan dari sentralistik menuju desentralistik. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan ini terwujud dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu substansi yang didesentralisasi adalah kurikulum. Ditegaskan pada Pasal 36 ayat (1) bahwa “pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Untuk itu, sekolah harus mempersiapkan secara matang karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah di tiap daerah (Zainal Arifin, 2013: 238).

Penulis juga menggunakan perspektif Parsonian yang dikemukakan oleh Dreeben (dalam Sunarto, 2004: 25), seorang anak belajar kemandirian lebih intensif di sekolah dibandingkan di tempat lain. Ketika di rumah, seorang anak dimungkinkan memperoleh bantuan anggota keluarga (orang tua dan para saudaranya) untuk melaksanakan bermacam tugas dan pekerjaan, sedangkan di sekolah sebagian tugas dan pekerjaan dilaksanakan secara mandiri yang disertai tanggung-jawab. Guru menuntut kemandirian dan tanggung-jawab pribadi peserta didik terhadap tugas dan pekerjaan yang diberikan. Kerjasama hanya dibenarkan bilamana tidak menyertai unsur penipuan atau kecurangan (Damsar, 2015: 72-73).

Dengan demikian, kepala sekolah harus mampu menguasai manajemen sumber daya pendidikan di sekolah guna mengelola, mengantisipasi dan mengevaluasi kinerja guru (pendidik), staf kependidikan, dan peserta didik itu sendiri guna melaksanakan layanan profesionalisme guru untuk mewujudkan keteladanan perilaku peserta didik.

Hasil dan Pembahasan

Rumusan tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri dan mempunyai rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No.2/1989). Rumusan tujuan pendidikan Islam sangat relevan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional.

Kurikulum pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam memiliki perbedaan dengan tujuan pendidikan lain, misalnya tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme yang menitikberatkan pemanfaatan hidup manusia di dunia. Yang menjadi standar ukurannya pun sangat relatif, tergantung pada kebudayaan atau peradaban manusia. M. Arifin (1993: 237) menyatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan manusia Muslim yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan dirinya kepada Sang Khalik dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhaan-Nya (Abdullah Idi, 2014: 41).

Dengan demikian, maka kepala sekolah harus mampu mengembangkan manajemen sumber daya pendidikan yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Tujuan Pendidikan Nasional.

Tugas kepala sekolah adalah sebagai pemimpin di sekolahnya untuk meningkatan profesionalisme guru berbasis kompetensi sehingga guru memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran. Dengan demikian, guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak dimiliki orang yang bukan guru. “A teacher is person charged with the responsibility of helping others to learn and the behave in new different ways” (James M. Cooper, 1990 dalam Wina Sanjaya, 2010: 274).

Kepala sekolah harus mampu menyusun rencana strategis manajemen sumber daya pendidikan (renstra) terhadap guru (pendidik), staf kependidikan dan peserta didik untuk mewujudkan keteladanan peserta didik dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai “a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal” (J.R David, 1976). Jadi dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Wina Sanjaya, 2010: 294).

Sebagai pemimpin besar Bung karno telah menuangkan pikiran-pikirannya dalam serangkaian tulisan dan pidato dari tahun 1926 sampai 1966. Ajaran-ajaran Bung Karno sesungguhnya tertuang dalam serangkaian tulisan dan pidato-pidato beliau. Segala pemikiran beliau, baik yang berkaitan dengan strategi persatuan kesatuan revolusioner bangsa; menghadapi kaum imperialis kolonialis; partai politik dan demokratis; konstitusi; pendidikan dan kebudayaan; hubungan internasional dan tata dunia yang tertib berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi; hubungan negara dan agama, yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, maupun yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengandung ajaran yang perlu dipahami dan dikembangkan disesuaikan dengan perkembangan zaman (Soedijarto, 2003: 12). Dengan demikian, seyogyanya bahwa pendidikan nasional diarahkan untuk membentuk karakter bangsa yang memiliki kepribadian dan jatidiri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat berbasis manajemen sumber daya pendidikan di sekolah-sekolah guna mewujudkan keteladanan perilaku peserta didik.

Simpulan

Bahwa kepala sekolah mempunyai peran penting dalam mewujudkan keteladanan perilaku peserta didik. Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk menyusun renstra manajemen sumber daya pendidikan yang berlandaskan layanan profesionalisme guru sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan Islam sangat relevan dengan tujuan pendidikan nasional, maka kepala sekolah harus mampu menyesuaikan manajemen sumber daya pendidikan sekolah dengan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cetakan ke-1, Maret 2014).

Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PrenadaMedia Group, Cetakan k-3, Februari 2015).

Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, Cetakan ke-3, Januari 2011).

Sudarwan Danim, Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, Cetakan Ketiga, April 2013).

Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai proses Transformasi Budaya: Pendidikan yang relevan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan Kebudayaan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan pertama, 2003).

Uhar Suharsaputra, Administrasi Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, Edisi Revisi, Januari 2013).

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke-5, Maret 2011).

_____________, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke-3, April 2010).

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cetakan ketiga, Juni 2013).

Scroll to Top
Scroll to Top