MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM KAJIAN FILSAFAT UMUM

Oleh : Nandang Hidayat

Abstrak

Di era globalisasi, negara-negara di seluruh belahan dunia berlomba-lomba untuk membangun dan mengembangkan manajemen sumber daya manusianya guna pembangunan nasional di negaranya, termasuk khususnya Indonesia. Kompetitif dalam manajemen sumber daya manusia merupakan tuntutan jaman dan kebutuhan bagi kehidupan manusia itu sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.Manajemen sumber daya manusia merupakan manajemen yang mengatur, membangun, dan mengembangkan potensi sumber daya manusia sehingga menjadi sumber manusia yang produktif, inovatif, dan profesional sesuai dengan kompetensi keprofesiannya.

Guru sebagai tenaga pendidik profesional memiliki uji kompetensi dan sertifikasi guna mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Kedudukan guru memiliki nilai strategis dalam mencapai tujuan sistem pendidikan nasional guna tercapainya pengembangan manajemen sumber daya manusia yang berkualitas. Negara (c.q. pemerintah) berkewajiban dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pembelajaran. Salah satunya adalah mengelola, membangun, dan memperbaiki manajemen sumber daya manusia yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan pendidikan nasional.

Oleh sebab itu, maka dengan berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk membangun manajemen sumber daya manusia yang berkualitas sehingga terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Manajemen sumber daya manusia dalam kajian filsafat umum, artinya bahwa membangun manajemen sumber daya manusia harus melalui pengetahuan yang diperoleh dengan cara pendidikan dan pembelajaran. Sekolah merupakan unit terkecil dari sistem pendidikan nasional, sehingga kepala sekolah harus mampu untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen guna pengembangan mutu sekolah. Manajemen sekolah memiliki peran strategis bagi pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu bersaing antarbangsa di era globalisasi.

Kata Kunci: Manajemen, Sumber Daya Manusia, Filsafat Umum

Pendahuluan

Menurut Heidegger, kondisi manusia selalu terentang antara dua eksistensi: autentik dan inautentik. Modus eksistensi autentik adalah kesadaran bahwa akulah yang harus menentukan pilihanku sendiri, sementara modus eksistensi inautentik adalah hilangnya kesadaran akan aku yang autentik. Satu kata yang mampu merangkum semua aktivitas keseharian hubungan manusia dengan dunia seisinya adalah sorge (care atau concern) yang berarti kekhawatiran, perhatian, kepedulian, maupun pemeliharaan (Zaprulkhan, 2013: 149).

Manajemen sumber daya manusia dalam kajian filsafat umum tentang kajian sumber daya manusia menurut filsafat, dan filsafat itu sendiri tentang pengetahuan, di mana manajemen sumber daya manusia ini harus terbentuk melalui proses pendidikan dan pembelajaran. Manajemen pengembangan sumber daya manusia artinya manajemen yang berupaya untuk membangun dan memperbaiki potensi sumber daya manusia dari kelemahan menuju ke suatu kekuatan.

Kata filsafat digunakan untuk menunjuk berbagai objek yang berbeda. Pertama, istilah filsafat digunakan sebagai nama bidang pengetahuan, yaitu pengetahuan filsafat, suatu bidang pengetahuan yang ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam. Kedua, istilah filsafat digunakan untuk menamakan hasil karya. Hasil karya yang mendalam dari Plato disebut filsafat Plato; pengetahuan mendalam Ibn Rusyd disebut filsafat Ibn Rusyd; begitu selanjutnya. Ketiga, istilah filsafat telah digunakan juga untuk menunjuk nama suatu keyakinan. Mulder, misalnya, pernah mendefinisikan filsafat sebagai sikap terhadap perjuangan hidup (Mulder, 1966: 6). Keempat, istilah filsafat digunakan untuk memberi nama suatu usaha untuk menemukan pengetahuan yang mendalami tentang sesuatu, contohnya definisi dari Langeveld (Langeveld, 1961: 9). Di sini filsafat berarti berfilsafat. Runes (1971: 25) mengatakan bahwa mencari kebenaran serta kebenaran itu sendiri itulah filsafat. Bila ia menjawab tentang sesuatu secara sistematis, radikal, dan universal, serta bertanggung-jawab, maka sistem pemikirannya serta kegiatannya itu kita sebut filsafat; demikian Langeveld ( 1961: 9). Kelima, yang paling dahulu kita kenal, istilah filsafat digunakan untuk menamakan orang yang cinta pada kebijakan dan ia berusaha mencapainya. Di sini perkataan “ia filosofi” berarti ia pencinta dan pencari kebijakan (Ahmad Tafsir, 2013: 13).

Das sein (kenyataan sebagaimana adanya) dan das sollen (kenyataan yang seharusnya). Para ahli pendidikan Islam bukan lagi menerangkan jalan manusia (das sein) tapi mengubah jalan manusia (das sollen). Sama halnya dengan manajemen sumber daya manusia, bukan das sein (kenyataan sebagaimana adanya), akan tetapi das sollen (kenyataan yang seharusnya). Artinya, kalau terkait dengan manajemen sumber daya manusia, tentunya sumber daya manusia harus diamati, ditelaah, dan dikaji dengan pandangan das sollen (kenyataan yang seharusnya). Yaitu bahwa sumber daya manusia itu harus dibangun dan dibentuk sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berpotensi dengan baik guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umum sesuai dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945.

Jika manajemen sumber daya manusia dalam kajian filsafat umum, maka memiliki arti bahwa manajemen sumber daya manusia harus dibangun dan dibentuk melalui proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, di mana itu adalah tugas dan fungsinya guru (pendidik) adalahmencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan isi pembukaan UUD 1945. Filsafat identik dengan pengetahuan, dan pengetahuan itu harus diperoleh melalui proses pembelajaran di sekolah. Di sekolah pun ada manajer sekolah, yaitu kepala sekolah yang menjalankan fungsi-fungsi manajemen sekolah secara baik, efektif, efisien, dan profesional.

Kerangka Pemikiran

Penulis memanfaatkan: 1) Empirisisme (Locke – Hume – Spencer) sebagai kerangka pemikiran karya ilmiah ini.

Kebimbangan orang kepada sains dan agama pada zaman Modern filsafat sebagaimana telah dibicarakan para ahli, ditimbulkan oleh berbagai hal, antara lain oleh ajaran empirisisme. Tokoh empirisisme yang akan dibicarakan ialah Locke, Hume, dan Spencer.

Emipirisisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisisme adalah lawan rasionalisme. Untuk memahami isi doktrin ini perlu dipahami lebih dahulu dua ciri pokok empirisisme, yaitu: 1. mengenai teori tentang makna dan 2. teori tentang pengetahuan.

Teori makna pada aliran empirisisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada Abad Pertengahan teori ini diringkaskan dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Sebenarnya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya, An Essay Concerning Human Understanding, yang dikeluarkannya tatkala ia menentang ajaran idea bawaan (innate idea) pada orang-orang rasionalis. Jiwa (mind) itu, tatkala orang dilahirkan, keadaannya kosong, laksana kertas putih atau tabula rasa, yang belum ada tulisan di atasnya, dan setiap idea yang diperolehnya mestilah datang melalui pengalaman; yang dimaksud dengan pengalaman di sini ialah pengalaman inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari observasi yang kita lakukan terhadap jiwa (mind) kita sendiri dengan alat yang oleh Locke disebut inner sense (pengindera dalam).

David Hume yang mempertegas teori ini dalam bab pembukaan bukunya Treatise of Human Nature (1793), dengan cara membedakan antara idea dan kesan (impression). Semua idea yang kita miliki, demikian Hume, datang dan kesan-kesan, dan kesan itu mencakup penginderaan, passion, dan emosi.

2). Istilah MBO-MBS (Manajemen Berdasarkan Sasaran) pertama kali dipopulerkan sebagai suatu pendekatan terhadap perencanaan oleh Peter Drucker (1954). Konsepsi ini berkaitan erat dengan MBO (Management By Objective), yaitu di sini dilakukan proses penentuan tujuan bersama antara atasan dan bawahan. Pemimpin tingkat atas bersama-sama dengan pemimpin tingkat bawah menentukan tujuan unit kerja agar serasi dengan tujuan organisasi (Veithzal Rivai & Sylviana Murni, 2010: 597-599).

Menurut Reddin (1971), sistem MBO ini dapat efektif jika memperhatikan dengan baik unsur-unsur berikut ini: (1) komitmen pada program, (2) penentuan sasaran pada tingkat puncak, (3) sasaran individu, maksudnya penentuan tujuan setiap tingkat untuk membantu tiap para karyawan apa yang diharapkan dari mereka, (4) peran serta aktif pada setiap tingkatan pemimpin sangat menentukan tercapainya tidaknya sasaran, (5) otonomi dalam pelaksanaan rencana, artinya setiap individu memiliki kekuasaan memilih sarana untuk mencapai sasaran, (6) penilaian prestasi, (7) keunggulan MBO, (8) kelemahan MBO, dan (9) proses MBO.

Pola manajemen di atas merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Artinya, bersifat komplementer atau saling melengkapi. Kondisi ini membantu pemimpin dalam melaksanakan tugasnya dan para stakeholders dalam menentukan keseluruhan sikapnya.

Manajemen berdasarkan sasaran ialah aktivitas yang memadukan sumber-sumber pendidikan menjadi satu kesatuan, berdasarkan pada sasaran yang ingin dicapai, yaitu tujuan pendidikan itu sendiri. Secara nasional ada satu sasaran pendidikan seperti dijelaskan di atas. Namun, secara kelembagaan ada beberapa sasaran sesuai dengan sifat dan jenjang lembaga pendidikan yang bersangkutan. Sasaran bagi sekolah dasar tidak persis sama dengan sasaran sekolah menengah, begitu pula dengan sekolah kejuruan, perguruan tinggi dan sebagainya. Selanjutnya masing-masing sekolah itu mempunyai pula variasi sasaran atau tujuan sesuai dengan misi daerah yang mereka emban masing-masing.

Gambar 1:

Gambaran Umum tentang Manajemen Berdasarkan Sasaran

tujuan pendidikan

Hasil dan Pembahasan

“Jika Anda menginginkan satu tahun kemakmuran, tanamlah benih. Jika Anda menginginkan sepuluh tahun kemakmuran, tumbuhkanlah pohon. Jika Anda menginginkan seratus tahun kemakmuran, kembangkan manusia”.

(Peribahasa Cina)

Menurut Kaswan (2013: 1), sering dikatakan bahwa organisasi sebaik orangnya. Yaitu, kualitas organisasi amat bergantung pada mutu SDM organisasi tersebut. Organisasi semua jenis dan ukuran, meliputi sekolah, toko retail, lembaga pemerintahan, restoran, pabrik memiliki sekurang-kurangnya satu persamaan.

Menurut Oos M. Anwar (2013: 1), inilah dunia sedang mengalami era globalisasi. Globalisasi, ditandai integrasi perdagangan global yang melintasi batas-batas wilayah negara dan geografis. Globalisasi sangat mengutamakan kepentingan ekonomi. Kepentingan lainnya seperti kemanusiaan, perdamaian, kebersamaan, demokrasi, dan kesejahteraan sosial cenderung diabaikan. Era globalisasi memandang bahwa jika ekonomi global berjalan dengan baik, maka agenda-agenda lainnya juga akan mengikutinya. Dengan kata lain, yang penting ada uang, segala urusan dan kebutuhan bisa selesai.

Perlu diulangi lagi bahwa dalam garis besarnya filsafat mempunyai 3 cabang besar, yaitu teoripengetahuan, teori hakikat dan teori nilai. Teori pengetahuan pada dasarnyamembicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan. Teori hakikat membahas semuaobjek, dan hasilnya ialah pengetahuan filsafat. Yang ketiga ialah teori nilaiatau aksiologi, membicarakan guna pengetahuan tadi. Ringkasnya adalah sebagai berikut:

• Teori pengetahuan membicarakan cara memperoleh pengetahuan, disebut epistemologi.
• Teori hakikat membicarakan pengetahuan itu sendiri, disebut ontologi.
• Teori nilai membicarakan guna pengetahuan itu disebut aksiologi.
Epistemologi. Epistemologimembicarakan pengetahuan dan cara memperoleh pengetahuan. Disebut juga sebagai filsafat pengetahuan. Istilah ini pertama kali muncul dan digunakan oleh J.F.Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94). Pengetahuan diperoleh manusia dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang mebicarakan tentang ini.
– Empirisme. Berasal darikataYunani empeirikos yangberasal dari empeiria yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melaui pengalamannya.
– Rasionalisme. Secara singkataliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini ialah Rene Descartes(1596-1650). Akan tetapi sesungguhnya paham seperti ini sudah ada jauh sebelum itu. Orang-orang Yunani kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada aristoteles.
– Positivisme. Tokoh aliranini ialah August Compte (1798-1857). Ia penganut empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera dapat dikoreksi lewat eksperimen. Pada dasarnya positivisme bukan aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerjasama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memerlukan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme plus rasionalisme.
– Intuisionisme. Henri Bergson(1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objekyang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Jadi dalam hal seperti itu manusia tidak mengetahui keseluruhan. Tidak juga dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Akal hanya mampu memahami bagian-bagian dari objek. Kemudian bagian-bagian itu digabungkan oleh akal.
Ontologi. Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara dalam sampai pada hakikatnya. Itulah sebabnya teori ini dinamakan teori hakikat. Adapula yang menamainya ontologi. Hakikat merupakan kenyataan yang sebenarnya. Kosmologi membicarakan hakikat asal, hakikat turunan, hakikat berada, juga hakikat tujuan kosmos.
Aksiologi. Filsafat sebagai kumpulan teori filsafat digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Filsafat sebagai philosophie of life merupakan suatu kondisi ketika filsafat dijadikan sebagai pandangan hidup. Yang amat penting ialah, filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Sesuai dengan sifat filsafat, ia memecahkan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian masalah secara mendalam maksudnya menyelesaikan masalah dengan mencari penyebabnya sebagai langkah awal. Universal artinya melihat masalah dalam hubungan seluas-luasnya.
Menurut Muhaimin, dkk. (2010: 65-66), pepatah mengatakan bahwa sesuatu yang paling abadi di dunia adalah perubahan. Tiada sesuatu yang bertahan statis di dunia ini, segalanya mengalami perubahan, demikian pula halnya dengan kondisi masyarakat juga mengalami perubahan, itulah sebabnya setiap organisasi/lembaga termasuk sekolah/madrasah juga harus memiliki kemampuan untuk berubah. Kasali (2005), dengan mengutip pendapat dari Charles Handy menggambarkan perubahan dengan menggambarkannya pada kurva yang disebut dengan sigmoid curve, sebagaimana terlihat dalam gambar 1.2.
Setiap organisasi yang baru berdiri akan mengalami penurunan kinerja untuk sementara waktu, yang disebabkan karena organisasi masih mencari bentuk dan orang-orang di dalam organisasi masih menyesuaikan satu sama lain, sehingga belum tercipta suatu team work yang baik. Di sisi lain organisasi baru masih belum menghasilkan apa pun, sehingga masih membutuhkan dukungan daya yang benar. Namun demikian, lambat laun organisasi akan menghasilkan suatu produk, orang-orang dalam organisasi akan mulai menjadi tim yang baik, hubungan antara organisasi dengan lingkungan eksternal mulai tumbuh, kepercayaan masyarakat terhadap organisasi tersebut mulai terjalin, sehingga kinerja organisasi akan membaik dan bahkan jika organisasi tersebut terdiri dari SDM yang berkualitas akan sangat mungkin menjadi organisasi terbaik di kelasnya. Di sinilah organisasi akan mengalami grafik yang naik, sampai kemudian organisasi tersebut memiliki kinerja yang sangat baik. Namun sayangnya, apa yang sekarang baik belum tentu esok atau lusa juga baik, kemakmuran dan kejayaan bisa membuat orang lupa diri. Jika terjadi pada organisasi, maka orang-orang yang ada di organisasi tersebut dapat lupa diri, yang sering kali ditandai dengan ketidakmampuan melihat kenyataan yang ada, pengendalian diri dan disiplin SDM dan pemimpinnya turun. Kinerja organisasi lambat laun juga akan mengalami penurunan sampai kemudian organisasi tersebut betul-betul mati.

Gambar 1.2. Perubahan

Menurut Abuddin Nata (2010: 151), dilihat dari sisi aktualisasinya, pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ditentukan. Pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, yang jika hilang salah satunya, maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu tugas guru bisa diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti media teknologi, namun tidak dapat digantikan. Mendidik adalah pekerjaan profesional, karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional. Pendidik profesional ini dapat membangun dan mengembangkan manajemen sumber daya manusia yang berkualitas dan berpotensi menjadi kekuatan nasional suatu bangsa dan negara menuju kemakmuran dan kejayaan. Oleh sebab itu, arti dari manajemen sumber daya manusia dalam kajian filsafat umum adalah pekerjaan guru profesional dalam proses pembelajaran dan pendidikan peserta didik sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berpotensi sesuai filsafat umum.
Simpulan
“Jika Anda menginginkan satu tahun kemakmuran, tanamlah benih. Jika Anda menginginkan sepuluh tahun kemakmuran, tumbuhkanlah pohon. Jika Anda menginginkan seratus tahun kemakmuran, kembangkan manusia”.
(Peribahasa Cina)

Jika kita telaah dan dikaji apa kata peribahasa Cina, pendangan Ibn Sina, yang menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, juga berkepribadian yang baik, maka analisisnya bahwa manajemen sumber daya manusia dalam kajian filsafat umum adalah membangun dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berpotensi sehingga menjadi suatu kekuatan nasional (national power) suatu bangsa atau negara.
Manajemen sumber daya manusia, bukan das sein (kenyataan sebagaimana adanya), akan tetapi das sollen (kenyataan yang seharusnya). Artinya, kalau terkait dengan manajemen sumber daya manusia, tentunya sumber daya manusia harus diamati, ditelaah, dan dikaji dengan pandangan das sollen (kenyataan yang seharusnya). Yaitu bahwa sumber daya manusia itu harus dibangun dan dibentuk sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berpotensi dengan baik guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umum sesuai dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, (Bandung: Rosdakarya, Cetakan keduapuluh, Juni 2013).

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, Cetakan keempat, Mei 2010

Kaswan, Pelatihan dan Pengembangan: Untuk Meningkatkan Kinerja SDM, (Bandung: Alfabeta, Cetakan Kedua, Juli 2013).

Muhaimin, dkk., Manajemen Pendidikan: Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Prenada Media Group, Cetakanke-2, April 2010).

Oos M. Anwas, Pemberdayaan Masyarakat Era Global, Bandung: Alfabeta, Cetakan Kesatu, Juni 2013).

Veithzal Rivai & Sylviana Murni, Education Management: Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan ke-2, Februari 2010).

Zaprulkhan, Filsafat Umum: Sebuah Pendekatan Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan ke-2, Oktober 2013).

Scroll to Top
Scroll to Top